Jumat, 29 Maret 2013

Rumput Untuk Jaring Ikan


Ternyata, rumput Sianik (Carex SP), Teki (Fimbristylis sp) dan Linggi (Penicum sp) bisa dijadikan alat penangkapan ikan. Ketiga jenis rumput itu banyak ditemukan di kawasan rawa. Dikampung-kampung jenis rumput ini sudah jadi pemandangan sehari-hari.
Bentuk Sianik tajam dan segitiga. Sedangkan rumput Teki Teki bersifat semu menahun tingginya 10-95 cm. Batang rumputnya berbentuk segitiga (truangularis) dan tajam. Daunya berjumlah 4-10 helai yang terkumpul pada pangkal batang . Akar dengan pelepah daunnyha tertutup tanah.Helaian daun berbentuk pita bersilang sejajar, permukaan atas berwarna hijau mengilat dengan panjang daun 10-30 cm, dan lebar 3-6 cm. Memilki kandungan allelophat yang mampu membunuh tumbuhannya lainnya.

Rumput Sianik, Teki dan Linggi punya serat yang bisa dijadikan sebagai jaring untuk alat menangkap ikan. “Yang biasa dipakai nelayan terbuat dari jaring tangsi. Kalau putus tidak cepat lapuk dan bisa merusak habitat ikan,” Kata Nofrizal Ketua Tim Peneliti Sianik, Teki dan Linggi.

Semakin mahal harga serat sintesis yang terbuat dari bahan kimiawi untuk bahan baku alat penangkapan ikan seperti polyamide, polyethylene, fibregless, monofilament dan umunya berasal dari sumber bahan yang tidak dapat diperbaharui. Hal ini mendororng ditemukan serat alami sebagai bahan alternatif yang berasal dari sumber yang dapat diperbaharui melalui usaha budidaya.

Penggunaan serat alami pada beberapa bagian alat penangkapan ikan memiliki beberapa sifat yang menguntunkan. Disamping harganya relative lebih murah dari serat sintesis, beberapa serat alami juga memiliki kecepatan tenggelam (sinking speed) yang baik karena serat ini menyerap air. Juga sebagain besar serat alami ini lebih mudah terurai apa bila bagian bahan ini terbuang sebagai sampah kelaut sehingga memperkecil terjadinya “ghost fishing” diperaiaran umum.

Menurut Nofrizal ada beberapa kriteria yang dimiliki untuk serat alami agar bisa diproses menjadi tali dan benang yaitu mudah didapat didaerah setempat, teknologi pengolahanya tidak terlalu sulit sehingga biaya relative terlalu murah dan bahan baku tersebut tidak berasal dari jenis tumbuh-tumbuhan yang langka atau dilindungi, tapi mudah dibudayakan (renewable resources).

“Penelitian ini bagus untuk dikembangkan, karena ini bersifat renewable (berkelanjutan),” katanya. Ketiga jenis rumput ini memiliki potensi untuk dijadikan bahan baku tali dari serat alami pada alat penangkapan ikan jika ditinjau dari aspek fisika.

Untuk melakukan penelitian ini Nofrizal tidaklah sendiri. Ia bekerja tim bersama Muchtar Ahmad, Irwandy Syofyan dosen dan Faperika Ied Habibie Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan. Hasil penelitian mengenai ketiga rumput ini sudah dipublikasikan ke Jurnal Natur Indoneisa edisi Oktober 2011.

Awalnya Nofrizal dapat ide saat ia dan Muchtar Ahmad ke kampus Purnama Dumai. Tahun 2005 itu Muchtar Ahmad masih menjabat Rektor UR. “Saya melihat rawa disekitaran kampus, ada rumput Sianik dan ada juga rumput Teki,” kata Nofrizal.

Ide ini didukung juga persentasi Japan Soecity for Promotoin Science (JSPS) di Hotel Ibis Pekanbaru. Sebelum Nofrizal ke Dumai. Persentase itu membahas tentang Segnet (alat tangkap yang pasif, menunggu ikan masuk kedalam sehingga ia dibikin leader net).

“Jadi bahan yang bagus harusnya tidak bahan sintetis Karen biar tidak busuk dan tidak mencemari laut nantinya. Kalau plastic bertahun-tahun itu kan tidak hancur. Maka dicoba serat alami, dan saya yakin rumput itu bisa dimanfaatkan,”kata Nofrizal.
“Serat alami ini cukup menjanjikanlah,”katanya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini, metode observasi dan metode eksperimental. Metode observasi pengamatan terhadap morphologi struktur serat dan kadar air rumput sianik, linggi dan teki. Sedangkan metode eksperimental digunakan untuk menguji kekuatan putus dan kemuluran sampel dari ketiga tumbuhan yang menjadi objek penelitian.

Analisa data. Pengujian kekuatan putus dan kemuluran bahan uji dilakukan pada kondisi basah dan kering. Selanjutnya data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan uji coba bahan ditabulasika ke dalam table lalu di analisis secara deskriptif. Sedangkan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan uji t dan statisitik deskriptif.

***
Nofrizal bersama timnya melakukan penelitian ini di Laboratorium Bahan dan Rancangan Alat Penangkapan Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Rumput-rumput yang akan diuji di lab di masukkan ke pot yang ada tanahnya, agar tetap segar.
“Sederhana sekali penelitian ini,” kata Nofrizal. Setelah serat itu dipintal maka selanjutnya diuji di lab yaitu uji kekuatan putusnya. Yang menarik alat itu breking strenght. Di Lab alat ini sudah kuno. Tidak layak lagi untuk dipakai.

Proses pengujian serat. Pertama yang dilakukan pengamatan Histologi masing-masing rumput. Pengamatan ini penting diketehui untuk Kekuatan tali ataupun benang sangat ditentukan oleh bentuk dan kekuatan serat yang digunakan. Berdasarkan penganatan histology di laboratorium diperoleh enam bentuk preparat yang terdiri dari jaringan serat rumput teki. Dari ketiga jenis tumbuhan ini diperoleh masing-masing dua posisi preparat yang berbeda, yaitu secara melintang dan membujur.

Hasil pengamatan rumput teki miliki struktur serat jaringan kolenkim berbentuk bulat menyebar berkelompok tapi tidak merata. Jaringan ini punya peran dalam pembentukan serat pada rumput ini. Jaringan rumput teki memiliki lapisan epidermis dan lapisan dermis. Lapisan epidermis pada tumbuhan ini terdiri dari jaringan parenkim, jaringan kolenkim jaringan sklerenkim. Sedangkan lapisan dermis pada jaringan tumbuhan ini terdiri dari lapisan urat serat tumbuhan, lapisan jaringan penghubung dan lapisan perasa.

Jaringan polenkim berfungsi sebagai serat pada tumbuhan . jaringan yang berbentuk bulat yang menyebar pada lapisan epidermis. Jaringan ini penunjang yang masih muda, yang merupakan sel hidup pada dinding sel yang mengalami penebalan selulosa. Ternyata jaringan kolenkim dimiliki oleh serat teki ini tidak terlalu banyak dan letaknya tersebar.

Semakin banyak jaringan kolenkim maka akan semakin banyak serat yang dihasilkan. Demikian juga dengan letaknya, semakin rapat dan merata letaknya, maka semakin baik pula kekuatan serat tumbuhan tersebut. Pada penampang melintang juga dapat dilihat jaringan dermis berbentuk hitam kehijau-hijauan. Jaringa dermis merupakan jaringa urat daging. Sedangkan pada penampang membujur serat teki dapat dilihat jaringan epidermis dan parenkim. Kedua jaringan ini memiliki fungsi untuk melindungi jaringan lainnya serta membantu juga dalam pembentukan serat. Selain itu serat rumput teki disusun pula oleh jaringan epidermis, yaitu bagian yang menyerupai bentuk balok. Kedua jaringan inilah yang memiliki peran dalam pembentukan serat tumbuhan dan untuk melindungi jaringan yang lainya.

Jaringan kolenkim rumput sianik terlihat lebih jelas, dimana pada rumput sianik ini hampir seluruh permukaannya didapati jaringan polenkim. Selain itu letak dan jumlah nya merata serta ukurannya jauh lebih besar dibandingkan dengan jaringan kolenkim yang terdapat pada serat rumput teki maupun linggi. Pada penampang serat rumput sianik, jarinag epidermis dan parenkimnya juga memiliki jumlah yang lebih banyak dan letaknya pun lebih merata dipermukaan serat. Hal ini memungkinkan rumput sianik memiliki struktur serat yang relative akan lebih kuat jika dibandingkan dengan rumput teki dan linggi.

Hasil pengamatan histology rumput linggi ternyata jaringan epidermis dan jaringan parenkimnya kurang jelas terlihat. Jaringan epidermis merupakan jarinagn yang berfungsi menutupi permukaan tumbuhan. Sedangkan jaringan parenkim adalah jaringan dasar yang terdapat hampir pada semua bagian jaringan tumbuhan dan juga mengisi jaringan tumbuhan dan juga mengisi jaringan tumbuhan baik pada akar, batang daun, biji dan buah.

Rumput linggi ini juga memiliki struktur serat yang sama dengan rumput sianik. Perbedaannya hanya terletak pada jumlah jaringan da susunanya. Pada penampang melintang rumput linggi terlihat jumlah jaringan hampir merata, sehingga serat lebih kuat jika dibandingkan dengan serat rumput teki.

Selanjutnya Kadar air rumput Sianik, Teki dan Linggi. Kadar air bagian yang perlu diperhatikan pada serat yang akan dijadikan bahan alat penangkapan ikan. Kandungan kadar air pada serat dapat mempengaruhi sifat kemampuan menyerap air dan pada akhirnya akan mempengaruhi kecepatan tenggelam bahan tersebut. Semakin tinggi daya serap suatu serat maka cenderung semakin cepat pulalah kecepatan tenggelam bahan tersebut.
Hasil pengamatan, kadar air yang dimiliki oleh rumput teki rata-rata 69,0 % dari berat serat. Dilihat dari nilai kadar air yang dimiliki rumput teki maka rumput ini cenderung memiliki kecepatan tenggelam yang lambat, jika dibandingkan kedua rumput lainnya. Semakin banyak kadar air yang dimiliki maka akan semakin banyak rumput ini menyerap air, sehingga waktu untuk bisa tenggelam akan semakin lama. Lamanya waktu yang akan dibutuhkan oleh jenis rumput ini untuk tenggelam merupakan satu alasan mengapa rumput ini tidak cocok digunakan untuk menjadi bahan tali.

Selama 10 hari pengeringan cahaya matahari terbuka kemampuan daya serap air rumput teki ini arat-rata dapat mencapai sekitar 1,0 gram air. Kemampuan daya serap ini dibandingkan pula dengan rumput linggi dan sianik. Hasil pengukuran kadar air pada rumput sianik rata-rata berkisar 3,6 gram. Kadar air tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar air yang dimiliki oleh rumput teki dan linggi.

Berdasarkan pengukuran kemampuan daya serap air rumput linggi ialah 0,2 gram (table 1). Kemampuan daya serap air rumput linggi ini juga lebih rendah jika dibandingkan dengan rumput sianik. Berdasarkan daya serap air yang dimiliki oleh serat rumput sianik, ia relative lebih kuat dari pada serat rumput linggi dan teki. Kemampuan daya serap air tersebut akan berpengaruh terhadap kecepatan tenggelam dari bahan itu sendiri. Sementara itu, kecepatan tenggelam yang dapat dibutuhkan oleh beberapa jenis alat tangkap untuk dapat meningkatkan efisiensi waktu operasi alat tangkap tersebut.
Kekuatan Putus Serat rumput Teki (Fimbristylis sp), Sianik (Carex sp) dan Linggi (Penicum sp). Sebagai salah satu syarat yang harus dimiliki oleh serat untuk dijadikan tali atau pun benang pada alat penangkapan ikan adalah memiliki kekuatan putus yang baik akan akan menghasilkan tali atau benang yang kuat.

Persyaratan ini mutlak harus dimiliki oleh setiap bahan alat penangkapan ikan dikarenakan beban yang diberikan pada tali atau benang pada saat dioperasikan sangatlah berat. Untuk dapat mengetahui kekuatan putus serat dari rumput teki ini, maka dilakukan pengujian dengan menggunakan strength tester. Hasil pengujian rumput teki dapat dilihat pada table 1.
Jika dibandingkan kekuatan putus serat rumput teki dengan rumput linggi dan sianik, maka rumput teki memiliki peluang yang kecil untuk dapat diolah atau dianyam menjadi tali sebagai bahan alat penangkapan ikan.
Hal ini disimpulkan berdasarkan nilai kekuatan putus rumput teki ini relative lebih kecil dibandingkan dengan kedua rumput lainnya. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunkan uji-t untuk mengetahui apakah ada perbedaan kekuatan putus antara rumput teki saat basah dengan rumput teki saat kering. Dari hasil perhitungan didapat bahwa t-hitung (3,8) lebih besar dari t-tabel (2,8) pada tingkat kepercayaan 95 % bearti ada pengaruh kekuatan putus antara rumput teki saat kering dengan rumput teki basah.

“Belum ada orang yang peduli dengan rumput ini,”kata Nofrizal. Dinas Perguruan Tinggi membantu pendanaan sekitar tujuh juta rupiah.
Untuk pengaplikasian serat ini belum ada. “ karena setelah 2005 saya melanjutkan study lagi dan itu terhenti,”kata Nofrizal.

Nofrizal yakin serat alami pada ketiga jenis rumput ini bisa dijadikan subsitasi terhadap serat sintesis. Agar habitat ikan tetap terjaga. Dan ini perlu penelitian lanjutan.

Tulisan diterbitkan di majalah Bahana Mahasiswa edisi Juli-Oktober