Selasa, 24 April 2012
Siti Si Feeder
Oleh Herman
SPORT Center Jakabaring Palembang, ajang cabang Takraw digelar. Takraw salah satu cabang olahraga dalam SEA Games XXVI. Untuk Takraw putri ada tiga nomor dilombakan; beregu, ganda dan tim. Di nomor ganda, Indonesia ditekuk Laos dan hanya mampu rebut perunggu. Pada nomor Tim, Indonesia juga targetkan emas, namun kandas oleh Thailand.
Saat itu dinomor tim, hanya tiga negara yang ikuti; Indonesia, Thailand dan Myanmar. Ketiganya saling bertemu. Sayang Indonesia dikalahkan Thailand. Negeri Siam itu juga berhasil kalahkan Myanmar, pupus sudah harapan Tim Takraw Putri Indonesia ingin medali emas di nomor tim.
Pikiran Siti Maisyrah mulai gelisah. Ia salah satu anggota Tim Takraw Putri Indonesia. Baginya selain malu Indonesia sebagai tuan rumah, pemusatan latihan sekitar sembilan bulan selama ini akan sia-sia jika perak pun gagal direbut. Tapi, merebut perak, Indonesia harus hadapi Myanmar.
Hari dimana perebutan perak tiba. Penonton lumayan ramai. Posisi Siti sebagai pengumpan (feeder). Ia terus ucapkan sholawat dan berdoa agar tenang dan konsentrasi. Akhirnya Indonesia menang. Skornya 2-1. Air mata Siti menetes. “Aku betul-betul terharu. Usaha ku selama ini tidak sia-sia. Ini lah tanggung jawab untuk meng-harumkan Negara. Aku bersujud mengucap syukur,” kata Siti.
PADA 19 Desember 2011. Siti kenakan kaos hitam dilapisi jaket warna merah hati. Kenakan jins dan pakai sepatu. Tas sandang dibahunya. Kulitnya sawo matang. Logat bahasanya Jawa. Penampilannya sekilas tak feminim. “Saya orangnya biasa. Orang gak punya dan sederhana,” kata Siti.
“Setelah kalah dari Thailand, kita sempat mikir. Waduh kalau kalah lagi lawan Myanmar malunya. Udah tuan rumah lagi. Traning Center (TC) dari bulan Januari masak tidak ada hasilnya. Sebagai pemicunya dipikir lagi gimana susahnya latihan dan tetap jaga kekompakan,” kata mahasiswa FKIP Olahraga angkatan 2006 ini.
Setahun jelang SEA Games XXVI. Asian Games dihelat di Guangzhou Cina. Siti dipanggil. Tapi ia masih mikir, “Kuliah terkendala,” kata Siti. Ia putuskan tak ikut. Kata Siti, saat itu, dua temannya ikut. Barulah saat persiapan SEA Games XXVI Siti penuhi panggilan. Ia ikuti pemusatan latihan di Pelatnas Jakarta. “Ini juga berkat dorongan pelatih.” Lagian, kuliah teori Siti sudah tuntas. “Tinggal KKN.”
Januari 2011, Siti mulai latihan di Pelatnas Jakarta. Persisnya, TC Siti di daerah Pondok Cabe. Tiga bulan di sana, kata Siti, tak pernah megang bola. “Main fisik terus, sampai naik betis,” kata Siti. Selama di Pelatnas, Siti ikut dua kejuaraan bergengsi; King’s Cup di Thailand dan Kartini’s Cup di Bandung. Setelah itu, Pelatnas adakan seleksi. Tiga temannya dipulangkan; Ayu dari Sulawesi Barat. Dari Daerah Khusus Ibukota (DKI) ada Inur dan Alia. “Inilah permulaan seleksi SEA Games.”
Di SEA Games, Siti ikut nomor tim putri. Posisinya pengumpan. Menurut Siti, setengah bulan sebelum pertandingan, harusnya sudah di Palembang, guna penyesuaian lapangan. “Dana tak cukup dan wisma atlet juga belum siap,” kata Siti. Di Palembang, Siti dan teman-temannya tinggal lumayan jauh dari tempat latihan. “Siang kan latihan usai, kami beli kasur aja, dan istirahat di situ, jauh soalnya, mandi pun di sana. Sampai di hotel aja udah malam.”
SITI lahir dan dibesarkan di Bantan Tengah. Ia lahir 21 Januari 1986. Siti anak ke enam dari sembilan bersaudara, empat laki-laki dan lima perempuan. Ibunya hanya Ibu Ru-mah Tangga (IRT). Bapaknya petani. “Bapak orang Jawa. Ibu Jawa, tapi lahir di Bengkalis.” Usia wajib sekolah Siti jalankan di Bantan.
Siti kecil menyenangi olahraga. “Saya suka semua olahraga, tapi kalau bola kaki jarang.
Siti mulai main Takraw sejak SMP kelas dua. Saat itu semua siswa mulai sibuk cari kegiatan ekstrakurikuler. Siti bingung. “Ada teman yang ajak, lalu ikut dan tertarik,” kata Siti.
Ia bisa dibilang tomboy. “Mainnya suka sama cowok,” kata Siti. Ia pernah ikut Kejurnas Invitasi Nasional Sepak Takraw di Yogyakarta. Sejak SMP Siti dilatih seorang guru PPKN. Namanya Nuryanto. “Ia bukan guru olahraga, tapi hobi main takraw.”
Mereka latihan di desa Bantan seadanya. Hampir tiap hari latihan disitu. Ada yang berhenti ada yang lanjut. Kondisi lapangan berair. Sebelum main, Siti dan temannya harus nguras air. Ambil tanah dan pasir lalu ditimbun. “Sedih tapi asyik,” kenang Siti. Jelang kelas tiga SMP, ia ikut Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda). Siti dapat juara dua.
Mulai masuki SMA, prestasi Siti mekin meningkat. Ia juga mulai fokus pada Takraw. “Marah pelatih kalau ikut cabang olahraga lain.” Saat kelas dua SMA ia wakili Riau ikuti Pekan Olahraga Pelajar Nasional (Popnas) VII di Makassar. Bersama timnya raih juara satu. Kelas tiga, ia ikut Pekan Olahraga Wilayah (Porwil) di Lampung, juara pertama kembali diraih.
Beberapa prestasi juga pernah dimenangkan Siti. Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (Pomnas) 2007 di Kalimantan tim takrawnya juga juara satu. Kejurnas Mahasiswa di Pekanbaru 2007 juara satu. Andalas Cup di Palembang 2006 Juara I. Porwil VII di Medan 2007 juara satu. PON XVII di Kalimantan Timur 2008 juara satu.
“Awalnya Ibu heran, cewek kok main takraw. Semenjak Siti mulai ikut tanding, lama-lama Ibu suka. Ibu sangat gembira kalau Siti dapat juara,” katanya. Siti akui uang saku salah satu motivasi bertan-dingnya. “Kalau tidak ikut tanding gimana mau biaya kuliah saya. Ibu saya kan cuma IRT,” kata Siti.
TAMAT SMA, Siti nganggur kuliah hingga dua tahun. Maklum, urusan biaya. Bonus hasil raihan juara Siti cukup membantu kuliahnya. Barulah pada 2006, dia ikut tes kuliah Diploma II. Ia ikut seleksi dan lulus. Dari Pemda Bengkalis ia dapat beasiswa. Dapat uang saku tiap bulannya. “Tapi sekarang kan S1, jadi tak dapat lagi,” kata Siti. Di kampus Siti jarang latihan. Kuliahnya kadang sampai sore. Siti dilatih Cahyadi Tamrin sejak 2006. “Memang kemauan dari dirinya sendiri untuk menjadi pemain takraw luar biasa, selalu ingin jadi yang terbaik,” kata Cahyadi. Ini ia buktikan, kata Cahyadi, baik wakili mahasiswa Riau maupun Propinsi Riau. “Kompetisi Liga Indonesia 2010 di Yogyakarta, ia feeder terbaik,” kata Cahyadi.
SITI merasakan kekompakan dan kebersamaan selama SEA Games Palembang 2011. Ia punya cita-cita ingin jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ia sudah dua kali ikut tes, belum juga lulus. “Awalnya saya tak suka jadi guru, karena bidang olahraga akhirnya tertarik.”
KEINGINAN berlaga di PON Riau 2012 tentu masih ada, sayang umurnya tak izinkan. “Batasnya kan 25 tahun,” kata Siti. “Semoga atlet Riau bisa harumkan nama negerinya.”#