Jumat, 29 Maret 2013

Untuk Rohil dari Msran Rais

KENAKAN kaos dalam putih. Pakai sarung motif kotak-kotak coklat. Diusianya dekati se abad, ia masih tampak gagah dan kuat. “Ini not balok lagu himne Rokan Hilir,“ kata Misran Rais sambil menunjukkan not balok yang sudah dibingkainya.
Di ruang tamu terpajang foto-fotonya bersama Annas Maamun—sekarang Bupati Rohil—dan fotonya saat jadi tentara. Di atas meja terhidang kue-kue lebaran. “Silahkan lah diminum,” kata Misran. Begitu Misran persilahkan Saya saat berkunjung ke kediamannya di Jalan Siak Bagansiapiapi.


Misran kini 84 tahun. Ia menikmati masa pension. Ia tak bekerja lagi. Tapi masih dipercaya jadi Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI). Sebelumnya Burhanuddin. “Dia sudah wafat,” kata Misran. Anggota LVRI sekarang ada 14 orang. Semuanya laki-laki. Dulu 132 orang tapi sudah banyak meninggal.

Sesekali Misran terbata-bata saat bercerita tentang perjalanan hidupnya. “Saya udah banyak lupa, maklum sudah tua,” kata Misran.


MISRAN RAIS lahir di Bengkalis 28 Agustus 1928. Ia keturunan Jawa. Ayahnya H.Khalifah Rais dan Ibunya Hj Salamah. Misran tak sendiri. Abangnya Ismail dibawa tentara Jepang lalu meninggal. “Waktu itu perang Jepang dengan Inggris,” kenang Misran.

Misran seorang seniman musik. Jiwa seni yang ia miliki tak lepas dari pengaruh Ayahnya. H.Khalifah Rais seorang seniman lagu Melayu, “Bapak suka lagu melayu marhaban dan barzanzi, kalau menyanyi dia lah nomor satu,” kata Misran.

Masa kecil Misran banyak di Bagansiapiapi, Rokan Hilir. Sebelum 1940 Misran pindah dibawa orang tuanya ke Bagansiapi-api. Saat itu, umurnya baru 10 tahun. Ia di SD Bagansiapiapi. “Saya lupa pula nama SD nya. Begitu juga saat SD di Bengkalis, tapi nama gurunya saya ingat Almarhum pak H.Harun,” kata Misran.

Tamat SD, pada 1943, Misran masuk Peiguhun—tentara jepang. Dari Bagansiapiapi Ia ke Tebing Tinggi Sumatera Utara, tempat markas tentara. Di sana Misran di sekolahkan bagian kesehatan atau juru rawat. Selama satu tahun Misran menimba ilmu. Selesai, Misran jadi Yugun—tentara Jepang—bagian kesehatan. Setelah Jepang kalah Ia jadi tentara di Bagansiapiapi. Pada saat terjadi agresi milier Belanda ke dua pada 1946, Misran pindah ke daerah Rokan Hulu, kemudian ke Pasir Pangaraian, baru 1948 ke Pekanbaru. Pada 1949 di Tanjung Kopar–sekarang sebuah kecamatan di Rohil— bersama Panjaitan—Komandan bagian perlengkapan.

Pada 1950 Misran berhenti jadi tentara. Ia masuk dinas Pekerjaan Umum bagian Tata Usaha (TU). “Kerjanya ada di Bengkalis, Dumai, Selat Panjang, dan banyak tempat. Dari tahun 1950 hingga 1984,” katanya.

Sejak 1984 Misran mulai menetap di Dumai. Di kota industri minyak inilah Misran dapatkan inspirasi lagu hymne dan mars Rohil. Lagu itu dibuatnya pada 1999. Sebelum Musyawarah Besar (Mubes) pembentukan Kabupaten Rokan Hilir.

“Kebetulan panitianya ada juga dari Dumai dan saya di undang,” kata Misran. Lalu Misran berpikir. Bagaimana lagu ini bisa diterima peserta Mubes. Misran alami dua kali kesalahan saat ciptakan lagu Hymne dan Mars Rohil. Lagu terkesan sederhana tapi penuh makna. Misran ciptakan lagu ini di rumahnya sambil mainkan Biola.



Sebgaian liriknya berbunyi,”Mari berbakti sepenuh jiwa mencapai kesejahteraan bangsa, Rokan Hilir Bagansiapiapi kota nelayan kota kenangan, hasil melimpah laut daratan, hidup aman damai selamanya.”

Setelah itu, dibuat dengan irama minor supaya sesuai dengan keadaan di Rokan Hilir. “Saya bawa rombongan dari Dumai yang telah dilatih sebelumnya, lagu mars dengan hymne kemudian dinyanyikan kira kira 20 orang. Ada juga anak-anak SMA, pokoknya campur juga lah,” kata Misran.

Misran ajarkan lagu itu selama seminggu. Selesai Mubes pertama pembentukan Rokan Hilir di yayasan perguruan Wahidin, jalan Pahlawan Bagansiapiapi, lagu itu dinyanyikan. “Abram Lambah, Ketua Panitia Mubes sangat mengapriasasi dan orang-orang yang hadir saat itu tidak ada yang protes,” kata Misran

“Kata kata dalam lagu itu benar-benar dari lubuk hati saya,” kata Misran. Ia berharap sebaiknya disekolah-sekolah lagu itu diajarkan karena lagu ini menjadi lagu wajib di Rokan Hilir.


KABUPATEN Rokan Hilir, hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis berdasarkan UU No.53 tahun 1999. Kabupaten Rokan Hilir terletak pada bagian pesisir Timur Sumatera dengan luas wilayah 888,59 kilometer. Meliputi daratan, pulau-pulau dan lautan. Ide pembentukan Kabupaten Rokan Hilir sendiri sudah dimulai sejak tahun 1964 atas permintaan masyarakat. Pasalnya Rokan Hilir sudah layak dimekarkan.

Akan tetapi keinginan tersebut dapat terwujud pada pertengaan tahun 1999, tepatnya pada 4 Oktober 1999, seiring dengan tuntutan Otonomi Daerah (Otda) yang telah dikumandangkan ketika itu.

Kalau dilihat dari segi letaknya, kabupaten Rokan Hilir Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malak. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis. Sebelah barat berbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara dan sebelah timur berbatasan Kota Dumai.

Kepiawaian Misran memainkan musik didapatnya, selain dari orang tua, ia juga pernah ikut sekolah musik di Medan. Setelah jadi pegawai TU, tahun 1953 Ia berangkat ke Medan lewat Bengkalis naik kapal. Di Medan Ia tinggal di jalan Kesawan. Jaraknya dekat tempat belajar musik. Misran hidup layaknya seperti anak kos, sembari belajar musik Misran juga bekera untuk makan sehari-harinya.

“Semua alat musik di pelajari disana, yang paling tidak enaknya saat itu kalau tidak tahu not balok tidak bisa ikut kelas musik,” kata Misran.

Setelah pandai memainkan musik Misran balik ke Bagansiapiapi. Ia mengajar musik di Usaha Pemuda (UP) Dharma. Kemudian UP Dharma bubar 1980. Sekolahnya dulu dibikin seperti rumah di jalan Siak. Sekarang Musholla Al Fath. Di sana alat-alat musik seperti biola, terompet, saxophone dan lainnya masih terpampang.

Alat musik ini dibeli dari Singapura oleh anggota klub. “Ada juga alat musik yang dikasih dari kepala bea cukai waktu itu, namanya Tangkilisan, dia orang Manado,” kata Misran.

Sejak 2005, Misran melatih korsip Pemda. “Ngajar korsip itu kapan diperlukan aja, namun kalau dulu tiap minggu karna masih banyak belum tahu musik,” kata Misran yang paling menyenangi alat musik biola.

Selain dua lagu hymne dan mars Rokan Hilir, Misran juga banyak menciptakan lagu-lagu melayu. Selain itu Ia juga ciptakan mars yayasan sosial Multi Marga Bagansiapapi dalam bahasa Indonesia pada 15 Mei 2000, kemudian di ubah ke bahasa Tiongha oleh yayasan sosial Multi Marga.

Misran merasa bangga, hymne dan mars ciptaan nya medapat penghargaan dari Kabupaten Rokan Hilir. Tahun 2001 Misran Rais diberi kepercayaan menerima penghargaan dari Dewan Kesenian Riau Pekanbaru sebagai Seniman Pemangku Negeri (SPN).


MISRAN punya dua istri. Menikah dengan istri pertamanya Syamsiar 1951. Ia dapat lima orang anak; Surtina, Ribut Sasmini, Jamilah, Joko dikari dan Syamsurizal.
Saat istri pertamanya Syamsiar meninggal pada 1955 Misran menikah lagi dengan Hj Asma, dikarunia juga lima anak; Darmawati, Irianto, Sugianto, Sasmin dan Supriadi. Kini, Hj Asma juga sudah meninggal.

Sekarang Misran lebih betah menghabiskan masa tuanya di rumah sendirian. “Saya enak sendiri lagi,” kata Misran.#Herman

Tulisan ini diterbitkan di majalah Bahana Mahasiswa Universitas Riau edisi Juli Oktober