Selasa, 05 Juni 2012

Soe Hok Gie, Sekali Lagi…

Oleh Herman




Judul: SOE HOK GIE, Sekali Lagi
Penulis: Rudy Badil, Luki Sutrisno Bekti, Nessy Luntungan R
Tahun terbit: 2010
Penerbit: KPG
Tebal: XL + 512 hal
MENGHIDUPKAN kembali sosok Soe Hok Gie. Penerbitan ini diwarnai maksud mengangkat sosok teladan. Di tengah krisis keadilan, hilangnya rasa malu, gencarnya semangat menggugat hukum saat ini, sosok Gie pantas ditampilkan. Begitu diungkapkan Jakob Oetama, Pemimpin Harian Kompas.
Kelebihannya? Gie pemikir, juga aktivis, man in the action. Gelisah dan terus menggugat. 

Gie seorang demonstran angkatan 66, arsitek long march mahasiswa dari Rawa-mangun ke Salemba menuntut harga bensin turun. Dia jarang pulang ke rumah di Kebon Jeruk. Hampir seluruh waktunya di kampus atau di jalan. Selain mengikuti kuliah, ia juga merencanakan, mengorganisasi demonstrasi, dan menghimpun kekuatan.

Ini lanjutan buku Memoar Seorang Demon-stran karya Agus Santoso. Buku sudah cetakan kedua 2010 ini lebih menekankan sosok Gie dimata teman-temannya. Rudy Badil dan kawan-kawan, mengurai panjang lebar sosok Gie. Mereka ibarat “tukang kebun” dalam sejarah perjuangan kita. Mereka menyirami kebun kita penuh dengan bunga, ada putih, ada merah. Mereka tak minta apa-apa, hanya ingin melihat kebun Indonesia tak dikotori penguasa. Itulah warisan ditinggalkan Gie untuk kita semua.

Buku sebelumnya, ada nama Sunarti. Teman kuliah Gie di UI. Sunarti nama samaran. Buku ini dijelaskan siapa Sunarti. Bab Surat Terbuka Ker Buat Gie hal 147. Sunarti teman dekat Gie. Teman dekat Gie yang pernah mengirim surat pada Gie 10 kali. Setelah Sunarti menyelesaikan kuliahnya, lalu kembali ke Rumbai, Pekanbaru.

Buku ini memaparkan detail tragedi meninggalnya Hok-Gie di gunung Semeru. Ada juga foto-foto aktivitas Gie. Tulisan Gie juga tercantum; tajam, menggigit, sinis, dan terus terang itu kadang menyentuh tabula rasa nama-nama orang yang ditulisnya. Bahkan catatan harian Gie jadi inspirasi gerakan mahasiswa tahun 80-an. ***